TAKDIR KITA=TAKDIR ORANG LAIN
*catatan selfie Heti Palestina Yunani tentang pernikahan Maia
Everyone deserve to be happy. Sejak dulu kata-kata itu saya amini sangat. Tepatnya sejak sadar belakangan kalau tahun perpisahan saya sama dengan tahun perpisahan Maia Estianty. Dia selebritas, saya bukan. Jelas. Bukan itu maksud saya menyamakan diri. Toh Maia sendiri sudah jadi role model para janda yang ingin berhasil melalui hari kejandaannya dengan happy. Tak dipungkiri itu. Saya pun mengidolakannya sebagai sesama janda.
Seperti jutaan orang, saya bertanya kapan Maia menikah? Saya pernah menghitung itu bakal terjadi di usia 42 tahun. Eh, persis pada 29 Oktober 2018 menikah di Tokyo, Maia seusia itu. Tepat untuk Maia meleset untuk saya. Hehehehe. But, bukan itu alasan saya menunggu kapan Maia tak lagi menjanda. Tapi ini terkait pendaman catatan selfie saya tentang takdir yang sering diperhatikan hanya dari sudut pandang dirinya sendiri. Orang lupa membaca takdir kita itu adalah juga takdir orang lain.
Saya mengupas rendah-rendahan saja. Antara Maia dan her ex husband -Ahmad Dhani- tentu harus dibaca mereka punya takdirnya sendiri-sendiri. Setuju. Tapi mengapa mereka ditakdirkan menikah? Sejak saya pernah bercerai -yang tentu tak saya inginkan- saya seperti sekonyong-konyong sadar bahwa takdir kita itu terkait dengan takdir orang lain. Kasarannya: Dhani itu sejatinya untuk Mulan Jameela dan Maia itu sejatinya untuk Irwan Mussry. Catatan takdirnya begitu.
Nah, kalau perjalanan takdir itu Maia dan Dhani harus pernah menjadi suami-istri dan beranak tiga ya itulah: takdir kita itu takdir orang lain. Jangan egois berpikir takdir sendiri. Kuno. Hingga diantar kepada istri atau suami mereka yang terakhir dan bakal berjodoh di sorga juga, mereka berdua harus melewati ‘ujian’ berpasangan dalam masa perjodohan tertentu. Jadi, Maia-Dhani itu ya berjodoh, tapi untuk masa yang tidak selamanya. Punya expired.
Satu lagi: untuk Al, El, Dul, cowok ganteng-ganteng itu. Ketiganya bertakdir punya orang tua lewat dua orang bernama Maia dan Dhani. Memang bisa mereka memilih orang tua yang tidak bercerai? Kalau sudah duduk perkara takdir, maka tak usah tanya: kenapa Dhani jahat mengkhianati Maia? Tak perlu penasaran tahu kenapa Mulan tidak tahu malu merebut suami sahabat yang berjasa memopulerkan karirnya? Kalau paham tentang takdir, tenang kita meniru Maia yang fine-fine saja menghadapi masalahnya.
Jadi, saya tak pernah habis otak mengikuti polemik kebencian netizen pada Dhani yang dianggap super goblok meninggalkan Maia yang berbibit unggul lahir batin itu. Apalagi, lebih-lebih menghakimi negatif terus-menerus Sang Pelakor: Mulan, yang deserve to be happy too. Tidak ingat apa Dhani punya anak cewek saat dengan Mulan? Sudah takdirnya lah itu. Saya yakin Maia sependapat dengan saya dalam melihat takdir sendiri. Terbukti selama ditinggal Dhani, mana pernah Maia menunjukkan kekecewaannya pada Dhani atau Mulan. Ia cool.
Saya bukan menyamakan diri dengan artis berjuluk “Bunda” itu. Tapi selama 10 tahun lebih sendiri, saya cuma fokus pada orang-orang yang terkait dengan takdir saya. Saya tak boleh sok ngenes sendiri. Takdir my ex husband kan harus menikah beberapa kali dalam hidupnya? Saya tak pernah setuju ia dibilang orang lain doyan menikah cuma karena orang tahu ia menikah beberapa kali. Bukan begitu. Tak ada yang ingin mengambil jalan demikian. Termasuk bercerai. Memang saya mau atau mantan saya mau? No way lah!
Saya simpel membacanya begini: untuk sampai pada pernikahannya yang terakhir entah ketiga atau keempat, dia itu oleh Tuhan butuh dinikahkan dengan saya dulu untuk yang pertama kali. La untuk menikah yang berikutnya kan dengan saya harus bercerai? Kalau tidak bercerai dengan saya mana ada cerita menikah lagi? Saya bahkan berpikir praktis lagi: mungkin ia ditunggu orang yang mencintainya lebih besar daripada saya di pernikahannya yang ke sekian. Masa saya menghalangi orang mau bahagia?
Dan ini nih, kalau saya tidak bercerai tapi misal takdirnya ia menikah lagi dalam pernikahan, wah berat lagi hidup saya dong ada cerita poligami. Mending saya janda deh kalau begitu, hahaha. Begitu saja saya mikir mudahnya. Maka tak ada tahapan hidup yang lebih berat. Semua sama dan takarannya pas. Ya iya yang membuat takdir itu kan Tuhan. Pasti baik. Jadi jelas semua bukan aib. Satu lagi terutama yang ini lebih penting: agar Afghanistan dan Vatikan punya jalan lahir ke dunia, mereka butuh takdir saya jadi orang tua bareng bapaknya. Saya pun tenang.
Pikiran bodoh-bodohan melihat takdir ala saya ini terbukti sangat membantu saya tatag menghadapi perceraian. Atau bisa dikata tetap happy sebagai janda. Sulitnya jangan diomong, semua orang punya. Yang jelas, banyak hal yang mampu saya damaikan tanpa sempat saya punya masalah psikologis berarti. Strategi Maia tentu beda tapi intinya ia punya perspektif khusus dalam menghadapi perceraian. Coba siapa yang berani bilang Maia bercerai itu bikin dia punya keluarga broken home? Tidak ada kan? Apalagi para fansnya, Maia segalanya. So perfect!!
Itu artinya semua tergantung sudut pandang kita dalam melihat persoalan. Saya perlu menunggu Maia menikah untuk menuliskan sudut pandang ini di dinding linimasa lewat role model yang pas. Bukan siapa-siapanya Maia, happy saya pun dobel: bisa nunut menuliskan pikiran saya dan melihat ada satu janda ternama yang mengakhiri masa lajang. Maia sih pasti bahagia dengan suami miliuner begitu. Takdir bahagianya datang. Tapi saya masih ada prihatin kali saja masih ada yang sibuk menghakimi Dhani atau Mulan yang dikira bakal iri melihat kebahagiaan Maia-Irwan. Maybe.
Maia, untukmu yang sejak SMP sudah pernah kulihat wajahmu di warung bakso depan SMP 1 ketika aku SMP 6 mengantar temanku model menemuimu, saya ucapkan selamat bersuami. Selamat bahagia tidak usah dibilang karena saya lihat kamu sudahlah bahagia sejak menikah dengan Dhani bahkan saat kamu bercerai darinya lewat cara yang menyilet itu (kata orang sih). Eh siapa takut jadi janda? Saya tidak, dan kamu juga tidak Maia. Tabik!
Komentar
Posting Komentar